BLOG BY Erham Ali
NIGHT DEMONSTRAN
Welcome To Erham Zone

Kamis, 08 Agustus 2013

Peran George Soros Di Balik Krisis Ekonomi Indonesia 1997



Peran George Soros Di Balik Krisis Ekonomi Indonesia 1997

George Soros menjadi gembong pemain valas ( valuta asing). Ia memborong persediaan dolar dipasaran, tepat ketika Indonesia membutuhkan banyak dolar untuk membayar utan-utang yang jatuh tempo.
Ada peran negatif di kalangan para spekulan (orang yang mencari keuntungan), jika ingin menghancurkan suatu negara, tidak perlu dengan peluru dan darah. Tapi, hancurkanlah mata uangnya. Hal ini dimungkinkan karena devisa hampir setiap negaar di dunia menggunakan dolar amerika. Ukuran kekuatan mata uang selalu dibandingkan dengan nilai tukarnya terhadap dolar.
Peran George Soros
Tak tanggung-tanggung, Perdana menteri Malaysia, Mahathir Muhammad secara terang-terangan menuding Soros-lah biang keladi krisis ekonomi Asia. Sebagai seorang Yahudi Amerika yang menjadi gembong pemain valas (valuta asing), ia memborong persediaan dolar dipasaran. Tepat ketika Indonesia membutuhkan banyak dolar untuk membayar utang-utang yang jatuh tempo.
Pernyataan ini didukung oleh seorang ekonom terkenal dari Massahussets Institute Of Technology (MIT) juga menyebutkan bahwa Soros melakukan konspirasi dengan pemerintah Amerika. Tujuannya untuk menjatuhkan Ekonomi Asia yang ketika itu menjadi sangat kuat dan dengan mangatakan bahwa perusahaannya, Quantun Fund, justru mengalami kerugian ketika membeli rupiah Indonesia pada kurs Rp.4.000/dollar. Menurutnya, spekulan hanyalah pembawa pesan, sedangkan krisis ekonomi lebih dikarenakan pengolalaan negara yang buruk. Bisa jadi ia ada benarnya. Tapi lebih dari itu, sebagai spekulan ia telah memancing di air keruh dengan memanfaatkan kerakusan pemerintah yang berkuasa.
Burukya sistem perbankan Indonesia ketika itu juga menjadi pemicu parahnya dampak yang dirasakan. Persekongkolan bank-bank menyalurkan dana-dana kepada grup perusahaannya sendiri telah menjadikan aturan-aturan pembatasa kredit dilanggar sesuka hati. Akibatnya, kredit macet menjadi hantu yang menakutkan dan memaksa 16 bank tutup oleh IMF, Indonesia pun harus menombok kerugian bank-bank lebih dari Rp.600 Triliun.